Jumat, 21 Oktober 2011

News : Kemasan baru kabinet Kita


Seperti saya tulis sebelumnya (Presiden Pansel Membenahi Kabinet, SINDO, 10/10/2011), kocok ulang Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (KIB II) adalah upaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperbaiki kinerja pemerintahannya.

Presiden SBY menilai waktunya sudah tepat untuk merombak kabinet. Tidak keliru apabila ukurannya adalah kemerosotan popularitas SBY. Kalau ukurannya adalah kemacetan-kemacetan pemerintahan yang sudah ditengarai sepanjang 2010, perombakan kabinet seharusnya dilakukan lebih dini. Sejak SBY gagal mengendalikan mitra koalisi dalam penggunaan hak angket DPR tentang Bank Century, kekecewaan publik terhadap pemerintahan SBY memuncak sepanjang 2010.

Pembentukan Setgab Koalisi (Mei 2010) tak cukup menolong. Sebetulnya pada Maret 2011 mengemuka wacana perombakan kabinet, yaitu setelah Panitia Khusus Angket DPR untuk Mafia Pajak dibentuk (22/2/2011), tetapi batal dikerjakannya. Popularitasnya terus menurun pada 2011, instruksinya kepada menteri banyak yang tak terlaksana, penyerapan anggaran kementerian dan lembaga rendah, serta muncul dugaan skandal korupsi yang melibatkan petinggi Partai Demokrat.

Kemasan Kabinet

KIB II kemasan baru sudah diresmikan (19/10/2011). Pertama, jumlah 34 kementerian dipertahankan, dalam arti batasan Undang-Undang Kementerian Tahun 2008 (UU Nomor 39/2008) tidak dilampaui dan tidak dilakukan perampingan. Secara keseluruhan terjadi perubahan pada 12 jabatan menteri (penunjukan tujuh menteri baru dan pergeseran), sedangkan jabatan wakil menteri membengkak dari 10 menjadi 19 orang. Kedua, SBY menggusur tujuh orang dari kementerian masing-masing.

Sementara seorang perwira tinggi aktif TNI AD ditugasi menjabat kepala Badan Intelijen Negara, mengesankan bahwa institusi sipil ini gagal dipimpin oleh mantan Kepala Polri. Sebagian besar pejabat yang diganti tentulah karena alasan kinerja yang sudah dinilai UKP4, atau bermasalah dalam persepsi masyarakat. Namun, penambahan dan pergeseran wakil menteri juga menunjukkan ada permasalahan di kementerian yang bersangkutan, dan keseluruhannya lebih dari separuh jumlah kementerian. Ketiga, SBY mempertahankan kendali langsung atas kementerian “triumvirat” (pertahanan, dalam negeri, dan luar negeri) dengan bantuan menko polhukam dari kalangan TNI.

Tim ekonomi (perindustrian, keuangan) juga dipertahankan dengan calon besan sebagai menko perekonomian. Pergeseran hanya terjadi pada Kementerian Perdagangan yang diisi profesional (mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal). Keempat, komposisi kabinet hasil kocok ulang tidak mengguncang dukungan partai koalisi karena hanya mengurangkan satu menteri dari Partai Keadilan Sejahtera, tetapi diimbangi dengan pengurangan satu menteri dari Partai Demokrat. Format ini mempertahankan stabilitas koalisi partai pendukung pemerintah.

Namun, kocok ulang KIB II masih didominasi menteri dari partai politik. Banyaknya kementerian yang diisi tokoh parpol daripada kalangan profesional (20 orang politisi dan 14 orang profesional) adalah pantulan dari format koalisi kebesaran (oversized coalition). Kelima, untuk tidak merampingkan jumlah kementerian, dua kursi menteri hasil pengurangan “jatah” PKS dan PD diberikan kepada (konon) profesional, yaitu Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN. Karena SBY tak mau rugi, dua menteri di “sektor basah” ini tetap dalam genggamannya.

Caranya, Kementerian ESDM diisi kader Partai Demokrat yang digeser dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, sedangkan Kementerian BUMN diberikan kepada figur yang digeser dari BUMN (Perusahaan Listrik Negara). Keenam, pejabat karier mengisi 19 posisi wakil menteri. Untuk mengangkat sembilan pejabat baru, SBY begitu leluasa mengartikan pejabat karier yang dipersyaratkan dalam Pasal 10 UU Kementerian Tahun 2008.Pasal 70 ayat (13) Peraturan Presiden Nomor 47/2009 menentukan kriteria pejabat karier yaitu eselon I/a (sekitar 20-an tahun berkarier terus-menerus sebagai birokrat), tetapi sepekan silam persyaratan ini dihapus dalam Perpres Nomor 76/2011 (tanggal 13/10/2011).

Ketujuh, perpaduan antara 20 orang politisi, 14 orang “profesional” pada jabatan menteri, dan 19 orang pejabat karier sebagai wakil menteri sudah digelar SBY untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Mereka akan berpacu menangani berbagai permasalahan besar bangsa sampai muncul hiruk-pikuk politik menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Kontradiksi di Kementerian

KIB II terkesan memiliki segala persyaratan untuk menjalankan pemerintahan. Stabilitas sistem presidensial dijamin oleh konstitusi. Legitimasi keterpilihan SBY-Boediono begitu tinggi, yaitu 62% dukungan suara rakyat pada Pilpres 2009. Setgab Koalisi parpol pendukung pemerintah dibentuk di luar parlemen, tetapi berhasil mentransplantasikan parlementarianisme dengan melebur kekuasaan eksekutif-legislatif sehingga menjadikan kontrol parlemen hanya seolah-olah berfungsi. Kesibukan mengamankan kabinet dan pemerintahan telah banyak menyita waktu.

Dapat dikatakan, “pendekatan keamanan” ini melahirkan kontradiksi. Kocok ulang KIB II juga menampakkan pendekatan ini, yang sedikit banyak dikehendaki sejak 24 parpol dimobilisasi mendukung pencalonan SBY pada Pilpres 2009. Kontradiksi bertambah dengan pengangkatan wakil menteri di hampir semua kementerian yang dijabat politisi, padahal keandalannya sudah diperlunak dengan mengubah persyaratan pejabat karier dan keputusan kementerian tetap pada masingmasing menteri.

KIB II kemasan baru ini akan bekerja dalam sisa masa jabatan SBY hingga 2014. Banyak pekerjaan yang mesti diurus seperti peningkatan kesejahteraan rakyat, perbaikan sistem pendidikan, pemberantasan korupsi, dan penegakan hukum.?

MOHAMMAD FAJRUL FALAAKH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)

Sumber : News.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan mau memberi komentar